8 Mar 2008

ILUMUL QUR'AN

BAB I

PENDAHULUAN

Pada permulaan abad pertama Hijrah di masa tabi’in, tampilah sejumlah ulama yang membulatkan tenaga dan perhatiannya terhadap masalah qiraat secara sempurna karena keadaan menuntut demikian, dan menjadikannya sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri sebagai mana mereka melakukan terhadap ilmu-ilmu syari’at lainnya, sehingga mereka menjadi imam dan ahli qiraat yang di ikuti dan dipercaya.

Bahkan dari generasi ini dan generasi sesudahnya terdapat tujuh orang terkenal sebagai imam yang kepada mereka dihubungkanlah (dinisbahkanlah) qiraat hingga sekarang ini.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qira’at

Al-Qira'at adalah jamak dari kata qir'at yang berasal dari qara'a - yaqra'u - qirâ'atan. Menurut istilah qira'at ialah salah satu aliran dalam mengucapkan Al-Qur'an yang dipakai oleh salah seorang imam qura' yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur'anul Karim. Dalam istilah keilmuan , qira’at adalah salah satu madzhab pembacaan Al-Qur’an yang di pakai oleh salah seorang imam qurra’[1] sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan yang laennya.

B. Latar Belakang Adanya Perbedaan Qira’at.

Ada tujuh orang imam qira’at yang disepakati. Tetapi disamping itu para ulama memilih pula tiga orang imam qira’at yang qira’atnya dipandang shahih dan mutawatir. Mereka adalah Abu Ja’far Yazid bin Al-Qa’qa Al Madanim Ya’qub bin Ishaq Al-Hadhrami dan Khalaf bin Hisyam. Mereka (sepuluh imam) itulah yang terkenal dengan imam qira’at ‘asyrah (qira’at sepuluh) yang diakui.

Pemilihan qurra’ yang tujuh dilakukan oleh para ulama pada abad ke tiga Hijrah. Bila tidak demikian, maka sebenarnya para ulama yang dapat dipertanggung jawabkan ilmunya itu tidak cukup banyak jumlahnya. Pada permulaan abad kedua umat islam di Barsrah memilih qira’at Ibnu Amr dan Ya’qub. Di Kufah, orang-orang memilih qira’at Hamzah dan Ashim. Di syam, mereka memilih qira’at Ibnu Amr. Sementara di Makkah, mereka memilih qira’at Ibnu Katsir. Sedangkan di Madinah, memilih qira’at Nafi’. Mereka itulah tujuh orang qari’. Tetapi pada permulaan abad ketiga, Abu Bakar bin Mujahid[2] menetapkan nama Al-Kasa’i dan membuang nama Ya’qub dari kelompok tujuh qari’ tersebut.

C. Syarat-syarat Qira’at yang Mustamar dan Sejenisnya.

Sebagian ulama menyimpulkan macam-macam qiraat menjadi enam macam :

1) Mutawatir, yaitu qiraat yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga kehabisannya, yakni Rasulullah. Dan inilah yang umum dalam hal qiraat.

2) Masyhur, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan rasam Usmani serta terkenal pula di kalangan para ahli qiraat sehingga karenanya tidak dikatagorikan qiraat yang salah atau syaz.

3) Ahad, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi menyalahi rasam Usmani, menyalahi kaidah bahasa Arab atau tidak terkenal.

4) Syaz, yaitu qiraat yang tidak sahih sanadnya.

5) Maudu’; yaitu qiraat yang tidak ada asalnya.

6) Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai penafsiran.

D. Pengaruh Qira’at terhadap Istinbath.

Pengertian istinbath hukum bukan mengambil hukum secara langsung dari sumber aslinya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah akan tetapi – sesuai dengan sikap dasar bermazhab – mentathibkan (memberlakukan) secara dinamis nash-nash fuqaha dalam konteks permasalahan yang dicari hukumnya. Sedangkan istinbath dalam pengertian pertama (cenderung ke arah perilaku ijtihad yang oleh reka. Terutulama dirasa sangat sulit karena keterbatasan-keterbatasan yang disadari oleh meama di bidang ilmu-ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai oleh yang namanya muj’tahid. Sementara itu, istinbath dalam pengertiannya yang kedua, selain praktis, dapat dilakukan oleh semua ulama yang telah mampu memahami ibarat kitab-kitab sesuai dengan terminologinya yang baku. Oleh karena itu, kalimat istinbath terutama dalam kerja bahtsu masa’il-nya Syuriyah NU tidak populer karena kalimat itu telah populer di kalangan ulama NU dengan konotasinya yang pertama yaitu ijtihad, suatu hal yang oleh ulama Syuriyah tidak dilakukan karena keterbatasan pengetahuan.

Kenyataan mengenai terlalu dominannya Mazhab Syafi’i memang ada. Pendapat para ulama Syafi’iyah masih cukup dominan dalam forum bahtsul masa’il NU.

E. Turunnya Al-Qur’an atas Tujuh Huruf.

Menurut bunyi hadist yang mutawatir bahwa Al-Qur’an di turunkan atas tujuh huruf. Diantara hadist yang menerangkannya itu ialah hadist dari Ibnu Abbas RA, katanya : Rasulullah SAW pernah bersabda, Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf, Aku berjalan kembali kepadanya. Jibril itu selalu menambahnya sampai berhenti pada tujuh huruf. (Rawi : Bukhari).

Hadits dari Ubaiya bin Ka’ab RA katanya : Nabi pernah berada di samping seorang penghianat dari suku Bani Ghafar. Kata nabi SAW, Jibril pernah datang kepadaku mengatakan, Allah menyuruh engkau untuk membacakan Al-Qur’an kepadanya umat engkau atas satu huruf, kata Nabi SAW, Aku minta kepada Allah agar ummatku di maafkan dan diampuninya. Ummatku tidak sanggup berbuat demikian itu. Suda itu jibril datang kepadaku untuk kedua kalinya. Katanya, Allah menyuruh engkau membacakan Al-Qur’an kepada umat engkau atas dua huruf. Kata Nabi SAW, Aku minta kepada Allah agar supaya umat engkau atas dua huruf. Kata Nabi SAW, Aku minta kepada Allah agar supaya umatku itu dimaafkan dan diampuninya. Karena umatku tidak sanggup mengerjakannya yang demikian itu. Sudah itu jibril datang lagi kepadaku untuk ketiga kalinya, katanya Allah menyuruh engkau membacakan Al-Qur’an ini kepada umat engkau atas tiga huruf. Kata Nabi SAW. Aku minta kepada Allah agar supaya umatku itu dimaafkan dan diampuninya. Karena umatku tidak sanggup mengerjakannya yang demikian itu. Sudah itu jibril datang lagi kepadaku untuk keempat kalinya, katanya Allah menyuruh engkau membacakan Al-Qur’an ini kepada umat engkau atas empat huruf. Apa saja huruf bacalah olehmu maka kamu akan mendapat pahala (Rawi : Muslim).

Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam mengartikan tujuh huruf ini. Sampai tiga puluh lima pendapat. Kebanyakan pendapat-pendapat ini saling memasuki.

Disini kami hanya kemukakan beberapa pendapat, diantaranya : Menurut kebanyakan para Ulama bahwa yang dimaksudkan dengan huruf tujuh itu ialah tujuh bahasa dari bahasa-bahasa Arab tentang satu arti. Dengan pengertian bahwa terjadinya perbedaan bahasa Arab dalam menta’birkan arti-arti yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan lafaz-lafaz menurut ukuran bahasa ini bagi satu arti.

F. Contoh-contoh Pengaruh Perbedaan Qira’at terhadap Penafsiran Al-Qur’an.

Bervariasinya qiraat yang sahih banyak mengandung faedah dan fungsi diantaranya :

1. Menunjukkan betapa terjaga dan terpeliharanya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan padahal kitab ini mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda.

2. Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membacaa Qur’an.

3. Bukti kemujizatan Qur’an dari segi kepadatan maknanya, karena setiap qiraat menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa pergulangan lafaz. Misalnya ayat

Almaidah 5:6.

4. Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qiraat lain.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Al-Qira'at adalah jamak dari kata qir'at yang berasal dari qara'a - yaqra'u - qirâ'atan. Menurut istilah qira'at ialah salah satu aliran dalam mengucapkan Al-Qur'an yang dipakai oleh salah seorang imam qura' yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur'anul Karim. Dalam istilah keilmuan , qira’at adalah salah satu madzhab pembacaan Al-Qur’an yang di pakai oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan yang laennya.

Ada tujuh orang yang terkenal sebagai guru dan ahli qiraat yaitu;

1) Usman

2) Ali

3) Ubai

4) Zaid Bin Sabit.

5) Abu Darda.

6) Abu Musa Al-Asy’ari

7) Abu Hurairah

Kemudian kepada para sahabat itulah sejumlah besar tabi’in di setiap negeri mempelajari qiraat.


DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Muhammadi Ali Ash Shobumi. 1988. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. Jakarta ; Pustaka Amani.

Manna Khalil Al-Qattam. 1996. Studi Ilmu. Jakarta ; Litera AntarNusa dan Pustaka Islamiyah.



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya kami kelompok VIII dapat menyelesaikan tugas kelompok pata mata kuliah Ulumul Qur’an yang berjudul : “Ilmu Qira’at”.

Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini sebagai tugas terstruktur pada mata kuliah “Ulumul Qur’an”.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini dan tak lupa pula penulis ucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah Ulumul Qur’an “Bapak H. Abdullah Hasyim, Lc. MA.

Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima menjadi amal saleh dan diterima oleh Allah swt.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Penulis


DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar ..........................................................................................

Daftar Isi.....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Qira’at ...................................................................

B. Latar Belakang adanya Perbedaan Qira’at................................

C. Syarat-syarat Qira’at yang Muktamar dan sejenisnya................

D. Pengaruh Qira’at terhadap Istinbath..........................................

E. Turunnya Aal-Qur’an atas Tujuh Huruf ....................................

F. Contoh Pengaruh Perbedaan Qira’at terhadap Penafsiran Al-Qur’an

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.....................................................................................

Daftar Pustaka ...........................................................................................



[1] Quura’ adalah jama’ dari qari’ yang artinya orang yang membaca. Qari’ atau qurra’ ini sudah menjadi suatu istilah baku dalam disiplin ilmu-ilmu Al-qura’n, maksudnya yaitu seorang ulama atu imam yang terkenal mempunyai madzhab tertentu dalam suatu qira’at yang mutawatir. Qira’at bisa juga diartikan secara mudah sebagai para imam qira’at.

[2] Ia adalah guru qira’at penduduk iraq dan salah seorang yang menguasai qira’at, wafat 334 H

Tidak ada komentar: