8 Mar 2008

FIQH

ZAKAT HASIL TANAMAN

BAB I

PENDAHULUAN

Zakat Hasil pertanian merupakan salah satu jenis Zakat Maal, obyeknya meliputi hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dan lain-lain.

Kalau wajib zakat pada hasil tanaman dan buah-buahan hanya empat macam seperti disebut didalam pendapat kedua tadi, maka Negara-negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Malaysia, tidak dapat melaksanakan wajib zakat itu, kendatipun Negara-negara itu, termasuk diantara Negara-negara penghasil bahan makanan, seperti : Padi, jagung dan berbagai jenis kacang-kacangan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Zakat Hasil Tanaman dan Buah-buahan

Hasil tanaman dan buah-buahan wajib dizakati, berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi, antara lain sebagai berikut :

Firman Allah :

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

Hadits Nabi

Pada tanaman yang menadah air hujan dan mata air, atau hanya mengisap dengan akarnya sepuluh persen zakatnya, sedangkan pada tanaman yang disiram dengan alat (dengan biaya) lima persen.

Ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa, segala bahan makanan dari hasil tanaman, maupun dari buah-buahan, wajib dizakati. Akan tetapi, dilalah ayat dan hadits tersebut bersifat umum, makan di dalam penerapannya sebagai dalil hokum, terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqah. Didalam ini dapat bedakan atas tiga golongan yaitu :

1) Golongan yang berpendapat bahwa, semua hasil tanaman dan buah-buahan wajib dizakati.

2) Golongan yang berpendapat bahwa, hasil tanaman dan buah-buahan yang wajib dizakati, terbatas pada empat macam jenisnya yaitu :

- Gandum

- Syair

- Kurma

- Kismis

3) Golongan yang berpendapat, bahwa semua bahan makanan yang mengenyangkan atau makanan pokok, dan dapat bertahan disimpan lama, wajib dizakati, demikian pendapat Imam malik dan Imam Syafe’i

Kalau wajib zakat pada hasil tanaman dan buah-buahan hanya empat macam seperti disebut didalam pendapat kedua tadi, maka Negara-negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Malaysia, tidak dapat melaksanakan wajib zakat itu, kendatipun Negara-negara itu, termasuk diantara Negara-negara penghasil bahan makanan, seperti : Padi, jagung dan berbagai jenis kacang-kacangan.

Oleh sebab itu Imam Malik dan Imam Syafe’I perpegang kepada dalil umum dengan terbatas, dan tidak secara harfiah pada dalil yang membatasi hanya empat macam jenis bahan makanan, yaitu : gandum putih, gandum merah, kismis dan kurma. Akan tetapi dalil mereka memegangi dalil itu, sebagai dasar kias. Berikut ini dikemukakan pendapat mereka :

a) Imam Malik: Bahan makanan yang wajib dizakati ada 20 macam; yaitu, tiga macam gandum, padi, jawawu, dan jagung. Tujuh jenis kacang-kacangan antara lain : buncis, kedelai, dan kacang polong, empat macam biji-bijian yang berminyak, antara lain; zaitun, dan bijan. Dua macam buah-buahan yaitu ; kurma dan kismis. Selain itu, tidak wajib dizakati, kecuali jika diperdagangkan, dizakati harganya.

b) Imam syafe’i: Hasil tanaman dan buah-buahan yang wajib dizakati; hanya dapat dijadikan makanan pokok di dalam situasi normal (ikhtiari), seperti: gandum putih, gandum merah, padi, jagung, jawawu dan beberapa jenis kacang-kacangan antara lain seperti : kedelai, buncis, adas dan sebagainya.

Adapun hadil tanaman dan buah-buahan, selain yang tersebut diatas, atau bukan bahan makanan pokok, mereka memasukkan di dalam kelompok tijarah, yang hanya dizakati harganya, jika telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Antara lain misalnya hasil tanaman cengkeh, pala, tembakau, tebu dan sebagainya.

B. Nisab Hasil Tanaman dan Buah-buahan

Hasil tanaman dan buah-buahan yang telah dipanen, karena telah matang dan baik, berarti telah tiba waktunya untuk diperhitungkan zakatnya. Misalnya, padi telah menjadi gabah atau beras, jagung sudah dibuang kulitnya dan telah dilepaskan tongkolnya. Demikian juga buah-buahan seperti, buah kurma telah masak, dan buah anggur telah kering.

Adapun standar nisab pada atau gabah, adalah sebagai berikut :

10 wasaq (ausuq) = 600 fitrah

1 gantang fitrah = 4 cupak Arab

1 cupak Aran = 5/6 liter

1 gantang = 4 x 5/6 liter = 3 1/3 liter

Demikianlah ukuran minimal bagi padi (gabah) yang telah mencapai satu nisab. Apabila sudah dibersihkan dari kulitnya, misalnya: gabah telah menjadi beras, atau jagung yang sudah dilepaskan dari tongkolnya, maka nisabnya hanya separoh daripada jumlah tersebut, yaitu : lima wasaq dan dan jelasnya adalah sebagai berikut :

1 wasaq = 60 sha’ (gantang)

5 wasaq (ausuq) = 5 x 60 sha’ = 300 sha’ (gantang)

1 sha’ (gantang) = 3 1/3 liter

5 wasaq (ausuq) = 5 x 60 x 3 1/3 liter = 1000 liter

Demikianlah penentuan ukuran nisab bagi hasil tanaman dan buah-buahan, yang telah disepakati para ulama. Mereka menetapkan liter sebagai standar, karena setiap bahan makanan itu, tidak sama beratnya, dan ukuran liter.


BAB III

KESIMPULAN

  1. Zakat diwajibkan atas semua hasil tanaman dan buah-buahan yang ditanam dengan tujuan untuk mengembangkan dan menginventasikan tanah (menurut mazhab Abu Hanifah dan ulama fikih lain). Tetapi tidak diwajibkan atas tanaman liar yang tumbuh dengan sendirinya, seperti rumput, pohon kayu bakar, bambu dan lain-lain kecuali jika diperdagangkan, dalam hal ini harus dizakati seperti zakat komoditas dagang.
  2. Dalam zakat tanaman tidak disyaratkan haul tetapi diwajibkan setiap musim panen, sesuai dengan firman Allah swt., "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya." (Q.S. Al-An`am: 141) Oleh karena itu seandainya tanah pertanian dapat menghasilkan panen lebih dari sekali dalam setahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen. Karena haul disyaratkan untuk menjamin pertumbuhan harta, dalam hal ini pertumbuhan telah terjadi sekaligus.
  3. Zakat tidak diwajibkan atas sesuatu yang dihasilkan dari pohon (getah karet) kecuali jika diperdagangkan, maka harus dizakati bagaikan zakat komoditas dagang.
  4. Kalau pengairan tanaman dilakukan dengan gabungan dua cara antara yang memakan dan tidak memakan biaya tinggi, maka dikenakan ketentuan berdasarkan yang lebih dominan. Kalau perbandingannya sama, maka volume zakat yang harus dibayar adalah sebesar 7,5%, jika tidak diketahui perbandingannya maka sebesar 10%.
  5. Hasil panen dipotong dengan biaya yang dikeluarkan selama proses penanaman selain biaya irigasi, seperti benih, seleksi, biaya panen dan lain-lain menurut mazhab Ibnu Abbas. Tetapi disyaratkan biaya itu tidak lebih dari sepertiga hasil panen, sesuai dengan keputusan Seminar Fikih Ekonomi ke-6, Dallah & Barakah.
  6. Jika tanaman atau buah-buahan itu dihasilkan dari tanah sewaan, maka zakatnya wajib dibayar oleh pemilik tanah tersebut bukan oleh si penyewa. Kemudian si pemilik menggabungkan hasil bersih sewanya dengan kekayaan uang yang lain, lalu membayar zakatnya sebesar 2,5% ketika haul.
  7. Jika tanaman dan buah-buahan itu dihasilkan dari kontrak muzara`ah atau musaqat (yaitu kerjasama antara pemilik tanah dengan petani yang akan menanam dan mengurusinya dengan persetujuan bagi hasil), maka zakatnya diwajibkan atas kedua belah pihak sesuai dengan persentasi hasil masing-masing, bila mencapai nisab.
  8. Tanaman yang masih termasuk satu jenis, disatukan satu sama lain seperti biji-bijian atau buah-buahan. Namun di antara jenis itu tidak boleh disatukan seperti antara buah-buahan dan sayur-sayuran.
  9. Pada dasarnya si petani membayar zakat dari hasil panennya, namun sebagian ulama fikih membolehkan membayarnya dengan harganya.




DAFTAR PUSTAKA

Ja’far, Muhammadiyah, 1985, Tuntunan Ibadat Zakat, Puasa dan Haji, Malang, Kalam Mulia


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................

Daftar Isi ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Zakat Hasil Tanaman dan Buah-buahan...................................

B. Nisab Hasil Tanaman dan Buah-buahan...................................

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ....................................................................................

Daftar Pustaka .........................................................................................


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allh SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, Kelompok kami dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan judul : “Zakat Hasil Tanaman”.

Tugas ini ingin mengetahui dan mempelajari pokok permasalahan yang berkaitan dengan Mata Kuliah Fiqh.

Mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian tugas ini, kelompok kami telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak dan tidak lupa kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan.

Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.

Kepada kelompok lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil tugas ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga tugas ini ada manfaatnya.

ILMU PENDIDIKAN

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989, sistem pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Berdasarkan pada Undang-undang Pendidikan tersebut, sistem pendidikan nasional dibedakan menjadi satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan.


BAB II

PEMBAHASAN

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia lndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sistem pendidikan juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berkeinginan untuk maju. Iklim belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri dan budaya belajar di kalangan masyarakat terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif, dan berorientasi ke masa depan.

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989, sistem pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Berdasarkan pada Undang-undang Pendidikan tersebut, sistem pendidikan nasional dibedakan menjadi satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan.

A. Satuan Pendidikan

Satuan pendidikan (sekolah atau luar sekolah) menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.

B. Jalur Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.

C. Jenis Pendidikan

Sistem pendidikan nasional terdiri dari tujuh jenis pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Departemen atau Lembaga Pemerintah Nondepartemen. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.

D. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas: Pendidikan Dasar; Pendidikan Menengah; dan Pendidikan Tinggi. Selain jenjang pendidikan di atas, diselenggarakan pendidikan prasekolah. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik di lembaga pemerintah, nonpemerintah, maupun sektor swasta dan masyarakat.

Pendidikan Dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama terdiri dari dua jenis sekolah yang berbeda yaitu sekolah umum dan sekolah keterampilan. Pendidikan Dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan Dasar merupakan pendidikan wajib belajar yang memberikan para siswa dengan pengetahuan dan keterampilan.

Sebagai tambahan pada pendidikan dasar, terdapat Madrasah Ibtidaiyah, yang setingkat dengan Sekolah Dasar dan Madrasah Tsanawiyah yang setingkat dengan sekolah Lanjutan Tingkat Pertama umum yang berada di bawah pengelolaan Departemen Agama.

Pendidikan Menengah disiapkan untuk lulusan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan dan pendidikan keagamaan. Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Lama pendidikan tiga tahun untuk sekolah umum dan tiga atau empat tahun untuk sekolah kejuruan.

Sebagai tambahan pada sekolah menengah, terdapat Madrasah Aliyah yang setingkat dengan sekolah menengah umum yang berada dalam pengelolaan Departemen Agama.

Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah yang terdiri dari pendidikan akademik dan profesional. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Lama pendidikan tinggi tiga tahun untuk program diploma atau empat tahun untuk program sarjana. Sesudah tingkat sarjana dapat meneruskan ke program Pasca Sarjana selama dua tahun dan dapat meneruskan ke program Doktor tiga tahun kemudian.

Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar dilingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan prasekolah antara lain meliputi pendidikan Taman Kanak-kanak, terdapat di jalur sekolah, dan Kelompok Bermain, serta Penitipan Anak di jalur luar sekolah. Taman Kanak-kanak diperuntukan anak usia 5 dan 6 tahun untuk satu atau dua tahun pendidikan, sementara kelompok bermain atau penitipan anak diperuntukan anak paling sedikit berusia tiga tahun.

Jenis pendidikan luar sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan. Pendidikan luar sekolah dapat meliputi kursus-kursus, kelompok belajar seperti Paket A, Paket B, dan Kejar Usaha dan kegiatan lainnya seperti magang.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................

Daftar Isi ....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Satuan Pendidikan .......................................................................

B. Jalur Pendidikan ..........................................................................

C. Jenis Pendidikan ..........................................................................

D. Jenjang Pendidikan ......................................................................

BAB III PENUTUP

Kesimpulan .......................................................................................

Daftar Pustaka ...........................................................................................



KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allh SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, Kelompok V dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan judul : “Sistem Pendidikan Nasional”.

Tugas ini ingin mengetahui dan mempelajari pokok permasalahan yang berkaitan dengan Mata Kuliah Ilmu Pendidikan.

Mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian tugas ini, kelompok V telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak dan tidak lupa kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan.

Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.

Kepada kelompok lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil tugas ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga tugas ini ada manfaatnya.

ULUMUL HADITS

PROSES TRANSPORTASI HADITS

BAB I

PENDAHULUAN

Rawi menjadi bagian yang dinilai untuk shahih tidaknya suatu hadits sehingga perowi haruslah memiliki sifat2 khusus semisal: Bukan pendusta, Tidak banyak salahnya, Tidak kurang ketelitiannya, Bukan fasiq, Bukan orang yg banyak keraguan, Bukan ahli bid’ah.

Kalau anda bertanya jadi bagaimana mengetahui sifat perawi-perawi tersebut? jangan khawatir karena kita memiliki ulama-ulama ahli hadits yang sangat jenius dan istiqomah pada masing-masing zaman, mulai dari zaman sahabat hingga zaman mudawwin mereka mencatat rawi2 tersebut termasuk kapan lahir dan wafatnya, serta sifat2nya. Tidak ada perowi yang tidak tercatat dalam kitab-kitab mereka, sehingga perowi yang tidak ada dalam catatan mereka disbut perawi yang majhul, yang akan di dhaifkan kalau meriwayatkan hadits. Perawi-perawi tersebut hendaklah dikenal setidaknya oleh 2 ahli hadits pada zamannya.

Kalau anda tertarik dengan catatan perowi2 tersebut anda bisa cari kitab diantaranya : Ad Durarul Kaminah (Ibn Hajar), Al Badruththoli’ (As Syaukani), Attarikhul khabir (Imam Bukhari) tersebut.

Sanad, menjadi bagian yang dinilai untuk menentukan derajat hadits sehingga kita mengenal berbagai tingkatan hadits semacam: Marfu’, Maushul Mauquf, Mursal, Mudallas, Maqthu’Munqathi’, Mu’dhal, Mudhtharib, Maqlub, Mudraj, Ma’lul, Mu’allal, Mu’tal, Mu’allaq, Maudhlu’ , matruk, Syahid, mutabi’ tersebut.

Mattan suatu hadits menjadi bahan penilaian juga dalam menentukan derajat hadits yang terlihat dalam siyaqul kalam (hadits)… Mengandung kata-kata serampangan, rusak maknanya, buruk maksudnya dan berisi sesuatu yang hina, bertentangan dengan secara tegas dengan hadits-hadits lain yang telah jelas keshahihannya, isi hadits menunjukan kebohongan hadits itu sendiri, materi pembicaraannya sama sekali tidak menyerupai ucapan para Nabi, terlebih lagi ucapan Nabi, matan hadits lebih menyerupai ucapan para dokter atau ahli penyakit tersebut.

Ulama hadits semacam Bukhori, Muslim, Nasa'i, dsb adalah ulama Mudawwin . Note "dhaif" dalam berbagai kategori adalah dilakukan ulama mudawwin berdasarkan catatan-catatan ahli hadits pada masing-masing generasi, sebelum generasi mudawwin soalnya pengertian saya jadinya Dhaif itu berlaku selama " tdk ada hadist lain atau ayat Qur'an yang memperlemah".


BAB I

PEMBAHASAN

A. Proses Transformasi Hadits

Telah dikemukakan fakta yang menunjukkan bahwa seluruh problem menyangkut hadits Nabi terletak pada pertanyaan sentral tentang status Sunnah atau Hadits Nabi yang selama dia valid merupakan sumber utama kedua hukum Islam, dan bahwa kehidupan Nabi merupakan model yang patut diikuti oleh kaum Muslim tanpa batasan waktu dan tempat. Karena alasan ini, para sahabat, bahkan selagi Nabi hidup, mulai menyebarkan pengetahuan Sunnah, dan mereka memang diperintahkan Rasul untuk berbuat demikian. Namun ini tidak berarti bahwa pintu terbuka lebar-lebar bagi siapa saja untuk meriwayatkan hadits sekalipun ia yakin tak membuat kesalahan. Nabi memperingatkan orang dengan berkata, “Jika seseorang berbohong tentang aku dengan sengaja, hendaknya ia yakin bahwa tempatnya di neraka jahanam”[1]. Dalam hadits lain, beliau bersabda ; “Jika seseorang secara sengaja memisahkan kepadaku apa yang tidak aku katakan, hendaknya ia yakin bahwa tempatnya di neraka jahanam”[2].

Peringatan ini menghasilkan dampak luar biasa terhadap sahabat. Banyak sahabat enggan menyampaikan hadits bila sangsi terhadap ingatannya. Dalam hal ini, kita dapat mengambil contoh Anas b. Malik, Zubair bin Al-‘Awwam, Suhaib, Zaid bin Arqam, juga ‘Abdullah bin Umar.

Kita menemukan sahabat tertentu mengawasi sahabat lain, meminta mereka untuk betul-betul yakin dan dapat dengan apa yang mereka sampaikan dari Nabi.

Kritik hadis, dengan maksud menelusuri otentisitas hadis Nabi, dengan mengartikulasi hadis yang sah dan tidak, mempunyai nilai yang sangat urgen dan dibutuhkan terutama karena, pada realitanya, tidak semua hadis secara otentik berasal dari Nabi, terdapat hadis-hadis palsu (mawdlû’) yang dinisbahkan kepada Nabi.

Transformasi hadis tidak dapat dipisahkan dari perkembangan politik di dunia Islam. Hal ini terlihat pada adanya pemalsuan hadis yang kemudian memotivasi kodifikasi hadis itu. Sebagaimana disinyalir jumhur ulama, pemalsuan hadis itu pertama kali terjadi pada masa ‘Alî (23-40 H) ketika terjadi pertentangan politik antara pendukung ‘Ali dan pendukung Mu’awiyah tentang jabatan khilafah, yang menyebabkan umat Islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu : Syî’ah, Khawârij, dan Jumhûr.

Masing-masing golongan; Syî’ah dan Jumhûr itu, untuk menjustifikasi kelompok mereka, membuat hadis palsu itu yang berimpliksi pada munculnya kerusakan dalam tatanan hadis secara umum.

Permasalahan pokok yang muncul dalam penelitian ini berkenaan dengan pengaruh kebijakan politik di dunia Islam terhadap periwayatan hadis-hadis Nabi. Dalam penelitian ini, kajian difokuskan pada relevansi perkembangan politik dan transformasi hadis pada pra dan masa kodifikasi, yang mencakup masa Nabi, masa sahabat, masa Bani Umayah, dan Masa Bani ‘Abbasiyah. Pembatasan ini dilakukan karena pada masa-masa itulah hadis mengalami proses transformasi yang gemilang.

B. Syarat-syarat seorang Perawi

Rawi adalah periwayat hadits sedangkan sanad atau isnad adalah kumpulan dari rawi yang membentuk titian, jembatan, jalan atau sandaran sehingga hadits tersebut sampai kepada kita.

Ulama mudawwin semacam Bukhori, muslim, Nasai dsb akan mengatakan dalam haditsnya ” Hadits ini disampaikan kepada saya melalui sesorang, misalnya si A, kemudian si A berkata hadits ini disampaikan kepada saya oleh si C dan seterusnya sampai misalnya si H, kemudian si H mengatakan bahwa dia mendengar Rosulullah SAW berkata.......tentang hadits tersebut”.

Rawi menjadi bagian yang dinilai untuk shahih tidaknya suatu hadits sehingga perowi haruslah memiliki sifat2 khusus semisal: Bukan pendusta, Tidak banyak salahnya, Tidak kurang ketelitiannya, Bukan fasiq, Bukan orang yg banyak keraguan, Bukan ahli bid’ah

Syarat-syarat yang harus terpenuhi seseorang ketika menyampaikan riwayat hadits sehingga periwatannya dinyatakan sah ialah orang itu harus :

1) Beragama Islam

2) Baligh

3) Berakal

4) Tidak fasiq

5) Tidak terdapat tingkah laku yang mengurangi atau menghilangkan kehormatan (muru’ah).

6) Mampu menyampaikan hadits yang telah dihafalnya.

7) Sekiranya dia memiliki catatan hadits, maka catatan itu dapat dipercaya.

8) Mengetahui dengan baik apa yang merusakkan maksud hadits yang diriwayatkannya secara makna.

Pada umumnya, ulama ahli hadits membagi tata cara penerimaan riwayat hadits ke dalam delapan macam

1) Al-Sama’ min lajzh al-syaikh (mendengar dari ucapan guru).

2) Al-Qira’ah ‘ala al-syeikh (membaca di hadapan guru)

3) Al-Ijazah (izin)

4) Al-Munawalah (pemberian)

5) Al-Kitabah (tulisan)

6) AL’I’lam (pemberitahuan)

7) Al-Washiyah (pesan)

8) Al-Wijadah


C. Tahammul Wal-ad

Dalam ilmu hadits istilah yang digunakan oleh Ulama Ahli Hadits tentang proses penerimaan dan periwayatan hadits ialah tahammul al-hadits wa al-ada’ ( ) mengambil dan menyampaikan hadits.

Dalam ilmu Mushtholah al Hadits pada bab tahammul wal ada' (menerima dan menyampaikan hadits) terdapat cara periwayatan yang diistilahkan dengan al Wijadah. Yaitu seseorang mendapatkan sebuah hadits atau kitab dengan tulisan seseorang dengan sanadnya [al Baitsul Hatsits:125]. Dari sisi periwayatan, al wijadah termasuk munqothi' [Munqothi: terputus sanadnya. Mursal: terputus dengan hilangnya rawi setelah tabi'in. Mu'allaq: terputus dengan hilangnya rawi dari bawah sanad - pen], mursal [Ulumul hadits:86, Fathul Mughits:3/22] atau mu'allaq, Ibnu ash Sholah mengatakan: "Ini termasuk munqothi' dan mursal…", ar Rasyid al 'Atthor mengatakan: "Al wijadah masuk dalam bab al maqthu' menurut ulama (ahli) periwayatan".[Fathul Mughits:3/22]

Para ahli hadits telah membahas syarat-syarat sahnya seorang rawi menerima dan menyampaikan riwayat hadits. Dalam hal ini, dibedakan antara syarat-syarat rawi hadist ketika menerima dan ketika menyampaikan riwayat hadits. Ulama pada umumnya berpendapat bahwa orang-orang kafir dan anak-anak kecil dinyatakan sah menerima hadits tetapi untuk kegiatan penyampaian hadits, riwayat mereka tidak sah[3].

Ulama ahli hadits berbeda pendapat menilai mengenai kapan disunnahkannya mendengar hadits. Sebagian ulama mengatakan bahwa disunnahkan mendengarkan hadits mulai umur 20 tahun. Pendapat yang tepat dalam hal ini adalah bahwa mendengar hadits tidak disyaratkan usia. Saat seorang telah mampu mendengar dan pandai menulis, maka saat itu juga disunnahkan mendengarkan hadits. Bahkan menurut Al-Qadli ‘Iyadl, anak berumur 15 tahun pun telah sah mendengarkan hadits[4].


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Rawi adalah periwayat hadits sedangkan sanad atau isnad adalah kumpulan dari rawi yang membentuk titian, jembatan, jalan atau sandaran sehingga hadits tersebut sampai kepada kita.

Dalam ilmu hadits istilah yang digunakan oleh Ulama Ahli Hadits tentang proses penerimaan dan periwayatan hadits ialah tahammul al-hadits (Mengambil dan menyampaikan hadist).

Pada umumnya, ulama ahli hadits membagi tata cara penerimaan riwayat hadits ke dalam delapan macam

1) Al-Sama’ min lajzh al-syaikh (mendengar dari ucapan guru).

2) Al-Qira’ah ‘ala al-syeikh (membaca di hadapan guru)

3) Al-Ijazah (izin)

4) Al-Munawalah (pemberian)

5) Al-Kitabah (tulisan)

6) AL’I’lam (pemberitahuan)

7) Al-Washiyah (pesan)

8) Al-Wijadah


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Husnan. 1993. Kajian Hadits Metode Takhrij. Jakarta ; Pustaka Al-Kautsar.

Ali Mustafa Yaqub. 2002. Otentisitas Hadits. Jakarta ; Pustaka Firdaus.

M. M. Azami. 1977. Memahami Ilmu Hadits. Jakarta ; Leutera.





KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya kami kelompok IX dapat menyelesaikan tugas kelompok pata mata kuliah Ulumul Hadits yang berjudul : “Syarat-syarat seorang Perawi dan Proses Transformasi”.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini dan tak lupa pula penulis ucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah Ulumul Hadits.

Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima menjadi amal saleh dan diterima oleh Allah swt.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Penulis


DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar ..........................................................................................

Daftar Isi.....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Transformasi Hadits .....................................................

B. Syarat-syarat Seorang Perawi ..................................................

C. Tahammul Wa al-ada’..............................................................

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.....................................................................................

Daftar Pustaka ...........................................................................................



[1] BU, ‘Ilm, 38

[2] Ibid

[3] Al-Suyuthi, Op, Cit., h. 232

[4] Ibid., h. 233

PSIKOLOGI AGAMA

PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ORANG DEWASA DAN USIA LANJUT

Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya, bimbingan dan pengarahan yang diberkan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Karena itu, bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangan manusia.

Perkembangan yang negatif tersebut akan terlihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk tingkah laku menyimpang ini terlihat dalam kaitannya dengan kegagalan manusia untuk memenuhi kebutuhan, baik yang bersifat fisik ataupun psikis. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam mempelajari jiwa keagamaan yang perlu terlebih dahulu dilihat kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh.

Jiwa keagamaan yang termasuk aspek rohani (psikis) akan sangat tergantung dari perkembangan aspek fisik.

Para ahli psikologi perkembangan membagi perkembangan manusia berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan.

1) Masa prenatal

2) Masa bayi

3) Masa kanak-kanak

4) Masa prapubertas.

5) Masa pubertas (remaja)

6) Masa dewasa

7) Masa usia lanjut

A. Macam-macam Kebutuhan

Dalam bukunya pengantar psikologi Kriminil Drs. Gerson W. Bawengan, SH. Mengemukakan pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh J.P Guilford sebagai berikut :

1. Kebutuhan Individual terdiri dari :

a. Homeostatis, yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan

b. Regulasi temperatur adalah penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi kebutuhan akan perubahan temparatur tubuh.

c. Tidur

d. Lapar adalah kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membankitkan energi tubuh sebagai organis

e. Seks, Sigmond Freud menganggap kebutuhan ini sebagai kebutuhan vital pada manusia. Terutama sering mendatangkan pengaruh-pengaruh negatif. Tiak terpenuhinya kebutuhan seks ini akan mendatangkan gangguan-gangguan kejiwaan dalam bentuk prilaku seksual yang menyimpang (abnormal) seperti :

- Sadisme, berarti kekejaman, kebuasan, keganasan, dan kekasaran.

- Masocbisme (mesokisme), prilaku seksual yang menyimpang.

- Exbibitionisme, pemilihan ratu kecantikan, binaragawan, striptease dan sebagainya.

- Scoptobhilia, pemuasan seksual dengan cara mengintip lakon seksual.

- Voyeurisme; pemuasan nafsu seksual dengan cara mengintip atau melihat bentuk tubuh tanpa busana

- Troilisme atau triolisme ; pemuasan nafsu seksual dengan cara mempertontonkan lakon seks

- Transvestisme ; pemuasan nafsu seksual dengan cara memakai pakaian lawan jenisnya.

- Transsexualisme ; kecendrungan pemuasan nafsu seksual dengan jalan ganti kelamin

- Sexualoralisme ; pemuasa nafsu seksual dengan memadukan mulut (oral) dengan alata kelamin.

- Sodomy ; nonvaginal coitus) ; istilah dalam Islam dikenal dengan liwath.

Selanjutnya, kelainan seksual ini pun dapat menyebabkan orang memuaskan nafsu seksualnya dengan menggunakan obyek lain, yaitu :

- Homoseksualitas

- Pedophilia

- Bestiality

- Zoophilia

- Necrophilia

- Pornography

- Obscenuty

- Frottage

- Gotonto seksuality

- Dll

Di usia perkembangan remaja memang dorongan seksual tampak begitu dominan, atau setidak-tidaknya memiliki dampak terhadap nilai-nilai keagamaan.

Prilaku seksual yang menyimpan ini tak dapat dilepaskan dari hubungan dengan nilai-nilai moral dan agama. Betapapun alasan yang dikemukakan, prilaku seks bebas, dinilai sebagai perbuatan nista. Perbuatan yang hanya mungkin dilakukan oleh pribadi-pribadi yang sudah kehilangan pegangan moral dan agama.

Perilaku seperti itu dalam ajaran Islam dinilai sebagai perbuatan zina dan termasuk dosa besar. Dijelaskan dalam makna ayat Al-Qur’an: “Dan janganglah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jangan yang buruk” (Q.S. Al-Isra’ ; 32)

f. Melarikan diri yaitu kebutuhan manusia akan perlindungan, keselamatan jasmani dan rohani.

g. Pencegahan yaitu, kebutuhan manusia untuk mencegah terjadinya reaksi melarikan diri.

h. Ingin tahun (coriosity); yaitu kebutuhan rohani manusia untuk ingin selalu mengetahui latar belakang kehidupannya.

i. Humor, yaitu kebutuhan manusia untuk mengendorkan bebas kejiwaan dialaminya dalam bentuk verbal dan perbuatan.

2. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial pada manusia berbentuk nilai.

Bentuk kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari

a. Pujian dan hinaan

b. Kekuasaan dan mengalah

c. Pergaulan

d. Imitasi dan simpati

e. Perhatian

Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat membagi kebutuhan manusia atas dua kebutuhan pokok, yaitu :

a. Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmaniah ; makan, minum, seks dan sebagainya.

b. Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah jiwa dan soial

Kebutuhan sekunder terbagi menjadi enam macam yaitu :

1. Kebutuhan akan rasa kasih sayang

2. Kebutuhan akan rasa aman

3. Kebutuhan akan rasa harga diri

4. Kebutuhan akan rasa bebas

5. Kebutuhan akan rasa sukses

6. Kebutuhan akan rasa ingin tahu

3. Kebutuhan Manusia akan Agama

Manusia disebut sebagai makhluk yang beragama (homo religius). Ahmad Yamani mengemukakan, bahwa tatkala Allah membekali insan itu dengan nikmat berfikir dan daya penelitian, diberinya pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya sebagai imbangan atas rasa takut terhadap kegarangan dan kebisingan alam itu. Hal inilah yang mendorong insan tadi untuk mencari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan membimbingnya.

Naluri keagamaan pada diri manusia pada dasarnya adalah dorongan yang menyebabkan manusia cenderung untuk mengakui adanya suatu zat yang adikodrati (supranatural).

Dalam ajaran agama Islam bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia selaku makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu fitrah tersebut adalah kecendrungan terhadap agama.

Karena adanya fitrah ini, maka manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama. Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Yang Mahakuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Mereka akan merasakan ketenangan dan ketentraman di kala mereka mendekatkan diri dan mengabdi kepada Yang Mahakuasa.

B. Sikap Kegeragamaan pada Orang Dewasa

Charlote Bucher melukiskan tiga masa perkembangan pada periode prapubertas, pubertas, dan periode adolsen. Di periode prapubertas dengan kata-kata: “Perasaan saya tidak enak, tetapi tidak tahu apa sebabnya. “Untuk periode pubertas dilukiskannya “Saya ingin sesuatu, tetapi tidak tahu ingin akan apa”. Dalam periode adolsen “Sya hidup dan saya tahu untuk apa”

Charlote Bucher tersebut mengungkapkan saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kemantapa jiwa mereka: “Saya hidup dan saya tahu untuk apa”. Menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa telah memahami nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.

Kemampuan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagaman pada orang dewasa.

Jika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai nonagama akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya.

Sebaliknya, jika nilai-nilai agama yang mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan itu akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka. Sikap keberagamaan ini membawa mereka secara mantap menjalankan ajaran agama yang mereka anut. Karena itu, sikap keberagamaan seorang dewasa cendrung didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasaan batin atas dasar pertimbangan akal sehat.

Sikap keberagamaan orang dewasa umumnya dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama. Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.

Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang

2. Kecendrungan bersifat realis

3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama

4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimangan dan tanggung jawab diri

5. Bersikap lebih terbuka

6. Bersikap lebih kritis

7. Sikap keagamaan cendrung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing

8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial.