8 Mar 2008

PSIKOLOGI AGAMA

PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ORANG DEWASA DAN USIA LANJUT

Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya, bimbingan dan pengarahan yang diberkan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Karena itu, bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangan manusia.

Perkembangan yang negatif tersebut akan terlihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk tingkah laku menyimpang ini terlihat dalam kaitannya dengan kegagalan manusia untuk memenuhi kebutuhan, baik yang bersifat fisik ataupun psikis. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam mempelajari jiwa keagamaan yang perlu terlebih dahulu dilihat kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh.

Jiwa keagamaan yang termasuk aspek rohani (psikis) akan sangat tergantung dari perkembangan aspek fisik.

Para ahli psikologi perkembangan membagi perkembangan manusia berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan.

1) Masa prenatal

2) Masa bayi

3) Masa kanak-kanak

4) Masa prapubertas.

5) Masa pubertas (remaja)

6) Masa dewasa

7) Masa usia lanjut

A. Macam-macam Kebutuhan

Dalam bukunya pengantar psikologi Kriminil Drs. Gerson W. Bawengan, SH. Mengemukakan pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh J.P Guilford sebagai berikut :

1. Kebutuhan Individual terdiri dari :

a. Homeostatis, yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan

b. Regulasi temperatur adalah penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi kebutuhan akan perubahan temparatur tubuh.

c. Tidur

d. Lapar adalah kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membankitkan energi tubuh sebagai organis

e. Seks, Sigmond Freud menganggap kebutuhan ini sebagai kebutuhan vital pada manusia. Terutama sering mendatangkan pengaruh-pengaruh negatif. Tiak terpenuhinya kebutuhan seks ini akan mendatangkan gangguan-gangguan kejiwaan dalam bentuk prilaku seksual yang menyimpang (abnormal) seperti :

- Sadisme, berarti kekejaman, kebuasan, keganasan, dan kekasaran.

- Masocbisme (mesokisme), prilaku seksual yang menyimpang.

- Exbibitionisme, pemilihan ratu kecantikan, binaragawan, striptease dan sebagainya.

- Scoptobhilia, pemuasan seksual dengan cara mengintip lakon seksual.

- Voyeurisme; pemuasan nafsu seksual dengan cara mengintip atau melihat bentuk tubuh tanpa busana

- Troilisme atau triolisme ; pemuasan nafsu seksual dengan cara mempertontonkan lakon seks

- Transvestisme ; pemuasan nafsu seksual dengan cara memakai pakaian lawan jenisnya.

- Transsexualisme ; kecendrungan pemuasan nafsu seksual dengan jalan ganti kelamin

- Sexualoralisme ; pemuasa nafsu seksual dengan memadukan mulut (oral) dengan alata kelamin.

- Sodomy ; nonvaginal coitus) ; istilah dalam Islam dikenal dengan liwath.

Selanjutnya, kelainan seksual ini pun dapat menyebabkan orang memuaskan nafsu seksualnya dengan menggunakan obyek lain, yaitu :

- Homoseksualitas

- Pedophilia

- Bestiality

- Zoophilia

- Necrophilia

- Pornography

- Obscenuty

- Frottage

- Gotonto seksuality

- Dll

Di usia perkembangan remaja memang dorongan seksual tampak begitu dominan, atau setidak-tidaknya memiliki dampak terhadap nilai-nilai keagamaan.

Prilaku seksual yang menyimpan ini tak dapat dilepaskan dari hubungan dengan nilai-nilai moral dan agama. Betapapun alasan yang dikemukakan, prilaku seks bebas, dinilai sebagai perbuatan nista. Perbuatan yang hanya mungkin dilakukan oleh pribadi-pribadi yang sudah kehilangan pegangan moral dan agama.

Perilaku seperti itu dalam ajaran Islam dinilai sebagai perbuatan zina dan termasuk dosa besar. Dijelaskan dalam makna ayat Al-Qur’an: “Dan janganglah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jangan yang buruk” (Q.S. Al-Isra’ ; 32)

f. Melarikan diri yaitu kebutuhan manusia akan perlindungan, keselamatan jasmani dan rohani.

g. Pencegahan yaitu, kebutuhan manusia untuk mencegah terjadinya reaksi melarikan diri.

h. Ingin tahun (coriosity); yaitu kebutuhan rohani manusia untuk ingin selalu mengetahui latar belakang kehidupannya.

i. Humor, yaitu kebutuhan manusia untuk mengendorkan bebas kejiwaan dialaminya dalam bentuk verbal dan perbuatan.

2. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial pada manusia berbentuk nilai.

Bentuk kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari

a. Pujian dan hinaan

b. Kekuasaan dan mengalah

c. Pergaulan

d. Imitasi dan simpati

e. Perhatian

Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat membagi kebutuhan manusia atas dua kebutuhan pokok, yaitu :

a. Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmaniah ; makan, minum, seks dan sebagainya.

b. Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah jiwa dan soial

Kebutuhan sekunder terbagi menjadi enam macam yaitu :

1. Kebutuhan akan rasa kasih sayang

2. Kebutuhan akan rasa aman

3. Kebutuhan akan rasa harga diri

4. Kebutuhan akan rasa bebas

5. Kebutuhan akan rasa sukses

6. Kebutuhan akan rasa ingin tahu

3. Kebutuhan Manusia akan Agama

Manusia disebut sebagai makhluk yang beragama (homo religius). Ahmad Yamani mengemukakan, bahwa tatkala Allah membekali insan itu dengan nikmat berfikir dan daya penelitian, diberinya pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya sebagai imbangan atas rasa takut terhadap kegarangan dan kebisingan alam itu. Hal inilah yang mendorong insan tadi untuk mencari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan membimbingnya.

Naluri keagamaan pada diri manusia pada dasarnya adalah dorongan yang menyebabkan manusia cenderung untuk mengakui adanya suatu zat yang adikodrati (supranatural).

Dalam ajaran agama Islam bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia selaku makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu fitrah tersebut adalah kecendrungan terhadap agama.

Karena adanya fitrah ini, maka manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama. Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Yang Mahakuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Mereka akan merasakan ketenangan dan ketentraman di kala mereka mendekatkan diri dan mengabdi kepada Yang Mahakuasa.

B. Sikap Kegeragamaan pada Orang Dewasa

Charlote Bucher melukiskan tiga masa perkembangan pada periode prapubertas, pubertas, dan periode adolsen. Di periode prapubertas dengan kata-kata: “Perasaan saya tidak enak, tetapi tidak tahu apa sebabnya. “Untuk periode pubertas dilukiskannya “Saya ingin sesuatu, tetapi tidak tahu ingin akan apa”. Dalam periode adolsen “Sya hidup dan saya tahu untuk apa”

Charlote Bucher tersebut mengungkapkan saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kemantapa jiwa mereka: “Saya hidup dan saya tahu untuk apa”. Menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa telah memahami nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.

Kemampuan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagaman pada orang dewasa.

Jika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai nonagama akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya.

Sebaliknya, jika nilai-nilai agama yang mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan itu akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka. Sikap keberagamaan ini membawa mereka secara mantap menjalankan ajaran agama yang mereka anut. Karena itu, sikap keberagamaan seorang dewasa cendrung didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasaan batin atas dasar pertimbangan akal sehat.

Sikap keberagamaan orang dewasa umumnya dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama. Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.

Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang

2. Kecendrungan bersifat realis

3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama

4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimangan dan tanggung jawab diri

5. Bersikap lebih terbuka

6. Bersikap lebih kritis

7. Sikap keagamaan cendrung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing

8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial.

Tidak ada komentar: