8 Mar 2008

AHKLAK TASAWUF

Mata Kuliah : Tasawuf

Dosen : Kartubi, S.Ag. M.Pd.I

“AKHLAK TASAWUF”




Disusun Oleh : Kelompok V

1. Azwir

2. Awaluddin

3. Napisah

4. Ice Normayanti

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH

IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2007-2008
BAB I

PENDAHULUAN

Akhlak Tasawuf adalah merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan dan memandu perjalanan hidup umat agar selama dunia dan di akhirat. Tidak berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk menyempurkan akhlak mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam Al-qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak dan keluhuran budi Nabi Muhammad SAW itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

Khazanah pemikiran dan pandangan di bidang akhlak dan Tasawuf itu kemudian menentukan momentum pengembangannya dalam sejarah, yang antara lain ditandai oleh munculnya sejumlah besar ulama tasawuf dan ulama di bidang akhlak. Mereka tampil pada mulanya untuk memberi koreksi pada perjalanan umat saat itu yang sudah dimulai miring ke arah yang salah.

Mereka mencoba meluruskan, dan ternyata upaya mereka disambut positif karena dirasakan manfaatnya. Untuk melestarikan pemikiran dan pendapatnya itu mereka menulis sejumlah buku yang secara khusus membahas masalah akhlak tasawuf. Kitab Tahzib al-Akhlaq karangan Ibn Miskawaih, Ihya ‘Ulum Al-Din karangan imam Al-Ghazali dan belakang muncul kitab Akhlaq karangan Ahmad Amin dan Khuluq al-Muslim, karangan Muhammad al-Ghazali adalah merupakan bukti kepedulian para ulam terhadap bidang akhlak dan tasawuf.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian, Ruang Lingkup Dan Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak

1) Pengertian Ilmu Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, akhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), atha-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kezaliman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).

2) Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak

Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk.

Pengertian ilmu akhlak selanjutnya dikemukakan oleh Muhammad Al-Ghazali, menurutnya bahwa kawasan pembahasan ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok.

Dalam masyarakat barat akhlak sering diidentikkan dengan etika, walaupun pengidentikkan ini tidak sepenuhnya tepat. Etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat.

3) Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak

Berkenaan dengan mempelajari ilmu akhlak Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut :

“Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang bai dan sebagian perbuatan lain sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuatan zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang adalah perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang termasuk perbuatan buruk”.

Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa tujuan perbuatan baik akhlak adalah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.

B. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya

1) Hubungan llmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf

Para ahli ilmu Tasawuf pada umumnya membagi ilmu tasawuf kepada tiga bagian.

Pertama : Tasawuf falsafi

Kedua : Tasawuf fakhlaki

Ketiga : Amali

Ketiga macam tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan diri dengan perbuatan yang terpuji

2) Hubungan Ilmu Akhlak dengan Tauhid

Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan.

Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid ini sekurang-kurang dapat dilihat melalui empat analisis sebagai berikut :

Pertama, dilihat dari segi obyek pembahasannya adalah membahas masalah tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya.

Kedua, dilihat dari fungsinya, ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu.

3) Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Jiwa

Ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku.

4) Hubungan Ilmu Jiwa Dengan Ilmu Pendidikan

Tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang patuh dab tunduk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

5) Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Filasafat

Ilmu filsafat adalah ilmu yang mempelajari upaya berfikir mendalam, radikal, sampai ke akar-akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai gejala sesuatu.

C. Induk Akhlak Islami

Secara teoritis macam-macam akhlak berinduk kepada tiga perbuatan yang utama, hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria), dan ifah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat).

D. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Akhlak

Ilmu akhlak membahas tentang tingkah laku manusia untuk dinilai apakah perbuatan tersebut tergolong baik, mulia, terpuji atau sebalinya, yakni buruk, hina dan tercela. Selian itu dalam ilmu ini dibahas pula ukuran kehagiaan, keutamaan, kebijaksanaan, keindahan dan keadilan.

Uraian sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak dalam buku ini akan menggunakan pendekatan religi. Dengan pendengkatan religi ini, pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak di luar ajaran Islam (non-muslim) dan pertumbuhan dan perkembangan di dalam ajaran Islam. Cara ditempuh karena secara historis keberadaan perkembangan adat istiadat masyarakat termasuk agama dan akhlak dan pada masyarakat di luar Islam telah ada lebih dahulu dibandingkan dengan ajaran akhlak yang dibawa oleh Nabi muhammad SAW yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

E. Etika, Moral Dan Susila

1) Etika

Dari segi etimologi (ilmu asal-usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.

Ahmad Amin misalnya mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan yang seharusnya diperbuat.

2) Moral

Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikatakan moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

Selanjutnya moral dalam istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

3) Susila

Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan ke akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik, dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan atau norma.

Kata susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang susila adalah orang yang berlakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan buruk, para pelaku zina (pelacur) misalnya sering diberi gelar sebagai tuna susila.

4) Hubungan etika, moral dan susila dengan Akhlak

Dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai dan tentram sehingga sejahtera bathiniah dan lahiriyah.

Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan para moral susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat lokal atau invidual. Etika menjelaskan ukuran baik buruk, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.

F. Baik dan Buruk

Baik dan buruk merupakan istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang.

a) Pengertian baik dan buruk

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris.

Yang disebut baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia. Defenisi kebaikan tersebut terkesan antropocentris, yakni memusat dan bertolak dari suatu yang menguntungkan dan membagiakan manusia. Pengertian baik yang demikian tidak ada salahnya karena secara filsafat manusia memang menyukai hal-hal yang dan membahagiakan dirinya.

b) Penentuan Baik dan Buruk

Filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk ini adalah aliran adat-istiadat (sosialisme), hedoisme, intuisme, (humanisme), utilitarianisme, vitalisme, religiuisme, evolusisme.

c) Sifat dari Baik dan Buruk

Sifat dan corak baik buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat sebagaimana disebutkan diatas adalah sesuai dengan sifat dari filsafat itu sendiri, yakni berubah, relatif nisbi dan tidak universal. Dengan demikian sifat baik dan buruk yang dihasilkan berdasarkan pemikiran filsafat tersebut menjadi relatif dan nisbi pula, yakni baik dan buruk yang dapat terus berubah.

Sifat baik buruk yang dikemukakan berdasarkan pandangan tersebut sifatnya subyektif, lokal dan temporal. Dan oleh karenanya nilai baik dan buruk itu sifatnya relatif.

d) Baik dan Buruk menurut ajaran Islam

Ajaran Islam adalah yang bersumberkan wahyu Allah SWT. Al-Qur’an yang dalam pembelajarannya dilakukan oleh Hadits Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak akhlak dalam ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar.

Ajaran ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika kita perhatikan al-Qur’an manapun maupun Hadits dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik, dan ada pula istilah yang mengacu kepada yang buruk. Dalam istilah mengacu kepada yang baik misalnya Al-hasanah, thayyibah, karimah, khairah, mahmudah, azizah dan al-birr.

Al-Hasanah sebagaimana dikemukakan oleh Al-Raghib al-Asfahani adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Lawan dari al-sayyiah adalah kesempitan, kelaparan, dan keterbelakangan. Pemakaian kata al-hasanah yang demikian itu misalnya kita jumpai pada ayat yang berbunyi :

ادعُ إِلىَ سَبِلِ رَبكَ بِالْحِكْمَةِ وَالمُوْعِظَةِ الحَسَنَةَ (القصص)

“Ajaklah manusia menuju Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik” (Q.S. Al-Nahl, 16: 125).

وَاَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ المَن وَالسلوى كُلُوامِنْ طَيبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمُ (البقرة: )

“Barangsiapa yang mendatangkan kebaikan, maka baginya kebaikan” (Q.S. Al-Qashash, 28 : 84)

G. Akhlak Islami

1) Pengertian Akhlak Islami

Secara sederhana ahkhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasaran ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islam. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat.

Dengan demikian akhlak Islam adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islam juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan akhlak Islam yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan sosial yang terkandung dalam ajaran etika mora.

Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai yang bersifat lokal dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu. Menghormati kedua orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati kedua orang tua dapat dimaniferstasikan oleh hasil pemikiran manusia yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi di orang yang menjabarkan nilai universal itu berada.

2) Ruang Lingkup Akhlak Islami

Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islami) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa). Berbagai bentuk dan ruang lingkup akhlak Islami adalah sebagai berikut :

- Akhlak terhadap Allah

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlaki.

- Akhlak terhadap Sesama Manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa ada alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak perlu aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu. (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 263)

H. Pembentukan Akhlak

1) Arti Pembentukan Akhlak

Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah instinct (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yakni kecendrungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia.

Imam al-Ghazali misalnya mengatakan sebagai berikut :

لَوْكَانَتِ الاخْلاَقُ تَقْلُ التَغَيرَ لَبَطَلَتِ الوَصَابَا وَالمَوَاعِظَ وَالتَأ ُدِيُبَاتِ وَلِمَالىَ رَسُوْلُ الله صلى الله عَلَيْه وِسَلَم حَسنُوْااخلاَ قَكُمْ

Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadits nabi mengatakan : perbaikilah akhlak kamu sekalian”

pada kenyataan di lapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak melalu berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada kedua orang tua, sayang kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya. Sebaliknya keadaan sebaliknya juga menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan pendidikan, ternyata menjadi anak-anak nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina.

2) Metode Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. Yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan innna butsu utammina makarim akhlak (H.R. Ahmad) (Hanya saja aku diutus untuk menyerpurnakan akhlak yang mulia).

Perhatian Islam yang demkian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan para seluruh kehidupan manusia, lahir dan bathin.

Perhatian Islam dalam pembinaan akhlak selanjutnya dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran Islam. Ajaran Islam tentang keimanan misalnya sangat kaitan erat dengan mengerjakan serangkaian amal salih dan perbuatan terpuji. Iman yang tidak disertai dengan amal salih dinilai sebagai iman yang palsu, bukan dianggap sebagai kemunafikan. Dalam Al-Qur’an misalnya membaca aya yang berbunyi :

وَمِنْ الناس مَنْ يقُوْلُ امَنا باالله وَبِالْيَوْمِ الاخِرِ وَمَاهُمْ بِمُؤْمِنِيْنَ (البقرة)

“Dan diantara manusia (orang munafik) itu ada orang yang mengatakan : “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir, sedang sebenarnya mereka bukan orang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 8-9)

انماالمؤمنون الذين باالله ورسوله شم لم يرتابواوجاهدوابامولهم وانفسهم

في سبييل الله اولئك هم الصاد قون (الحجرة)

“Sesunggugnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian itu mereka tidak ragu-ragu dan senantiasa berjuang dengan harta dan dirinya di jalan Allah. Itulah orang-orang yang benar (imannya) (Q.S. Al-Hujarat. 49 : 15).

Ayat-ayat diatas diatas menunjukkan dengan jelas bahwa iman yang dikehendaki Islam bukan iman yang hanya sampai pada ucapan dan keyakinan, tetapi iman yang disertai dengan perbuatan dan akhlak yang mulia, seperti tidak ragu-ragu menerima ajaran yang dibawa Rasul, mau memanfaatkan harta dan dirinya untuk berjuang di jalan Allah dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa keimanan harus membuahkan akhlak, dan juga memperhatikan bahwa Islam sangat mendambakan terwujudnya akhlak yang mulia.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Akhlak

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah sangat populer yaitu, Nativisme, Empirisme, konvergensi.

Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, akal dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecendrungan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.

Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberkan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran.

Dalam pada itu aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecendrungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intentif melalu berbagai metode.

Aliran yang ketiga, yakni aliran konvergensi itu tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat di bawah ini :

والله اخر جكم من بطون امهتكم لاتعلمون شيئا وجعل لكم السمع وا لابصاروالافئدة لعلكم تشكرون (النحل)

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pengajaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Q.S. Al-Nahl, 16 : 78).

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.

4) Manfaat Akhlak yang Mulia

Akhlak yang mulia demikian ditekekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan.

Al-Aqur’an banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Allah berfirman :

من عمل سيئة فلا يجرى الم منها ومن عمل صالحامن ذكر اوانثا وهومؤمن فاولئك يدخلون الجنة يرزقون فيها بغيرحساب (المؤمن)

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. Al-Nahl, 16 : 97).

Ayat tersebut diatas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak mulia, yang dalam hal ini beriman dan beramal soleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapat rezki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia adalah keberuntungan hidup di dunia dan diakhirat.

Selanjutnya banyak di jumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan dari akhlak.

1. Memperkuat dan menyempurnakann Agama

2. Mempermudah perhitungan Amal di Akhirat

3. Menghilangkan Kesulitan

4. Selamat Hidup di Dunia dan Akhirat

BAB III

PENUTUP

Akhlak merupakan hiasan diri yang membawa keuntungan bagi yang mengerjakannya. Ia akan disukai Allah dan disukai umat manusia dan makhluk lainnya. Didalam ternyata memberikan bimbingan yang optimal yang secara bathiniah dapat mengintegrasikan jiwa manusia.

Akhlak yang diatawarkan Islam berdasarkan nilai-nilai mutlak yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Namun dalam pelaksanannya akhlak dalam Islam itu memerlukan penjabaran dan pengembangan yang dihasilkan akal manusia melalui usaha ijtihad.

Pemikiran dalam bentuk konsep etika, moral dan susila dapat digunakan untuk menjabarkan berbagai ketentuan akhlak yang bersifat mutlak, universal dan general yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Melalui bimbingan akhlak yang baik dengan orang tua sebagai pemeran utamanya, manusia akan dapat dihantarkan pada tingkah laku yang mulia. Akhlak Islam telah memberikan petunjuk yang jelas tentang bagaimana cara orang tua memberikan petunjuk yang jelas tentang bagaimana cara orang tua membina putra-putrinya menjadi baik, namun hal ini kurang dapat dilaksanakan secara konsisten dan kontinue.

Dalam pada itu tasawuf yang dibangun oleh para ulam sufi juga mengandung nilai-nilai luhur yang berhubungan erat dengan pembinaan akhlak yang mulia. Untuk itulah, tidak salah jika antara akhlak dan tasawuf disandingkan secara berdampingan untuk membahu membimbing manusia kepada kehidupan yang ideal sebagaimana terlihat dalam konsep insan kamil.

Dalam kehidupan modern yang ditadai oleh berbagai tantangan dan cobaan yang bersifat mendasar, nampaknya perlu diatasi dengan cara yang mendasar pula, yakni dengan kembali kepada ajaran AL-Qur’an dan Al-Hadits, khususnya yang berkaitan dengan akhlak tasawuf.

DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, 2000, Akhlak Tasawuf, Cet. Ke-3. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................

Daftar Isi ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ruang Lingkup dan Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak

B. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu lainnya ..........................

C. Induk Akhlak Islami..................................................................

D. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Akhlak .........

E. Etika, Moral, dan Susila ..........................................................

F. Baik dan Buruk..........................................................................

G. Akhlak Islami............................................................................

H. Pembentukan Akhlak ...............................................................

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ....................................................................................

Daftar Pustaka .........................................................................................

Tidak ada komentar: